Seri Final Destination memiliki kesamaan plot cerita yaitu terjadinya kecelakaan massal seperti ledakan di pesawat (Final Destination), tabrakan beruntun di jalan tol (Final Destination 2), atau roller coaster keluar dari rel (Final Destination 3). Begitu juga dua sequel berikutnya yang diawali dengan kecelakaan di lomba balap mobil (The Final Destination) serta jembatan runtuh (Final Destination 5).
Plot cerita pun sama, yakni pemeran utama akan mengalami dejavu bahwa suatu kecelakaan tragis yang menewaskan banyak orang akan terjadi. Selanjutnya pemeran utama panik karena tahu apa yang akan terjadi. Si pemeran utama akan berusaha pergi dari lokasi dan beberapa orang di sekitarnya ikut sehingga mereka tidak termasuk dalam orang-orang yang tewas dalam kecelakaan. Setelah itu satu persatu orang-orang yang selamat tetap akan tewas dengan cara yang mengenaskan di berbagai kesempatan berbeda.
Namun demikian, cara para pemeran satu persatu tewas sering di luar nalar. Misal air menggenang yang arah alirannya melawan gravitasi (Final Destination pertama) atau baut yang berputar mengendur sendiri (The Final Destination). Tapi khusus di Final Destination 3 cara tewasnya lebih realistis. Jika boleh disimpulkan, kematian para pemeran di Final Destination 3 adalah karena pelanggaran terhadap aturan keselamatan/Safety.
Film Final Destination 3 (2006) mengisahkan Wendy, diperankan oleh Mary Elizabeth Winstead, yang selamat dari kecelakaan tragis jatuhnya roller coaster bersama sejumlah kawannya. Plot cerita selanjutnya tetap sama di mana satu persatu akan tewas dan semuanya diawali dilanggarnya faktor Safety. Pertama, kecelakaan utama terjadi karena seseorang melanggar larangan “no loose objects” (membawa benda yang mudah terlepas) saat menaiki roller coaster.
Kedua, kecelakaan terjadi karena meletakkan gelas minuman di dekat sirkuit listrik sehingga tetesan airnya menyebabkan arus pendek. Ketiga, pengemudi truk sampah yang tidak memperhatikan apa yang ada di belakangnya saat bergerak mundur. Keempat, kecerobohan saat mengoperasikan forklift. Terakhir, membuang sampah sisa makanan sehingga mengundang tikus yang kemudian menggigiti kabel.
Penyebab-penyebab kecelakaan tersebut sesungguhnya bisa dicegah dengan mentaati peraturan Safety atau yang di Indonesia dikenal sebagai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 tahun 2018, yang dimaksud K3 adalah “segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan Tenaga Kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja”. Pertanyaannya, apakah topik ini relevan dengan konten muntowi.com yang berpusat pada Belajar Ilmu Bisnis dari Film?
Jika kita simak dokumen Annual Report perusahaan publik, akan dijumpai penjelasan tentang kinerja K3 perusahaan tersebut dengan tingkat kedetilan yang bervariasi mengikuti jenis industrinya. Di penjelasan tersebut umumnya juga mencantumkan tentang jumlah work accidents yang terjadi termasuk strategi yang diterapkan untuk mencapai komitmen Zero Fatality.
Perusahaan yang abai terhadap keselamatan harus bersiap menanggung risiko reputasi, hukum, dan finansial. Contoh yang paling sering diangkat sebagai studi kasus di banyak sekolah bisnis adalah tumpahan minyak di Teluk Meksiko di Florida Amerika Serikat yang diakibatkan oleh ledakan kilang milik British Petroleum (BP) di April 2010. Kerugian BP mencapai $40 milyar untuk biaya pemulihan lingkungan, ganti rugi gugatan, dan biaya denda lainnya. Hal ini masih ditambah adanya hukuman ke sejumlah individu di BP yang dinilai bertanggung jawab dengan pasal pembunuhan (manslaughter).
Sebagai penutup, adagium pada judul di atas biasanya diikuti kalimat “Either it is safe or it is not safe”. Sehingga dengan perspektif Safety, jika kita merasa suatu kondisi tidak bisa dikatakan Safe maka sesungguhnya kondisi tersebut adalah Not Safe dan bisa menimbulkan kecelakaan kerja.