The Big Short yang dirilis di 2015 merupakan adaptasi dari novel best-seller berjudul The Big Short: Inside the Doomsday Machine karya Michael Lewis. Pada ajang Academy Awards 2016, film ini dinominasikan sebagai Best Picture, Best Supporting Role, Best Directing, Best Editing, serta meraih Oscar untuk kategori Best Adapted Screenplay.
Selain film ini memang berkualitas, The Big Short juga memudahkan penontonnya memahami apa yang terjadi pada krisis keuangan di 2008. Ya benar, film ini mengisahkan tentang krisis keuangan yang terjadi saat itu. Namun sebelum masuk ke materi yang berat, kita simak dulu apa arti dari ‘The Big Short’.
Harus saya akui, sebelum memulai menonton film ini, saya tidak terpikir sama sekali apa yang dimaksud ‘The Big Short’. Untuk memudahkan mari kita simak ilustrasi antara dua investor saham bernama Amir dan Budi sebagai berikut.
Pada tanggal 10 September 2021 Amir membeli saham TLKM (PT Telkom Indonesia) sebanyak 10 lot dengan harga Rp 3.330 per lembar. Setelah membelinya, tentu Amir berharap harga saham TLKM meningkat. Amir yang memegang saham TLKM dan berharap harganya naik disebut posisi ‘Long’. Jika Amir menjual TLKM yang dimilikinya pada 8 Oktober 2021 saat harganya Rp 3.800, maka selisih Rp 470 dikali 10 lot merupakan keuntungan yang diperoleh Amir.
Di lain pihak, Budi pada tanggal 10 September 2021 menyampaikan pada broker sahamnya bahwa ia ‘pinjam’ saham GGRM (PT Gudang Garam) sebanyak 10 lot. Saat itu harga saham GGRM Rp 33.150. Saham GGRM dipinjamnya untuk dijual dan akan dikembalikan tetap sebanyak 10 lot. Budi yang meminjam saham untuk dijual dan berharap harga saham GGRM akan turun disebut posisi ‘Short’. Jika Budi mengembalikan saham yang dipinjamnya yakni dengan membeli saham GGRM pada 27 September saat harganya turun ke Rp 31.025 maka Budi memperoleh untung Rp 2.125 dikali 10 lot. Perlu dicatat bahwa saat artikel ini ditulis, transaksi Short di bursa saham Indonesia masih dalam penghentian sejak Maret 2020.
Kembali ke judul ‘The Big Short’. Film ini mengisahkan tentang bagaimana krisis keuangan di 2008 terjadi yang dimulai dari runtuhnya produk keuangan yang berbasis kredit pemilikan rumah atau mortgage. Film ini juga menggambarkan bagaimana sekelompok orang justru meraup keuntungan besar (Big) dengan melakukan transaksi Short karena memprediksi akan terjadi krisis dan turunnya harga berbagai instrumen keuangan.
Di film ini, penjelasan tentang istilah-istilah keuangan ditampilkan dalam teks di layar dengan bahasa yang mudah dipahami dan juga dijelaskan oleh sejumlah cameo yang memerankan dirinya sendiri. Misalnya saja artis Margot Robbie yang di awal film menjelaskan kata ‘subprime’ dalam produk ‘subprime mortgage’ secara sederhana artinya adalah barang busuk. Kemudian chef Anthony Bourdain mengilustrasikan bagaimana produk subprime tersebut digabung dengan produk yang bagus untuk dijadikan suatu produk baru yang disebut Collateralized Debt Obligations (CDO). Selanjutnya penyanyi Selena Gomez menguraikan bagaimana CDO berkembang menjadi bubble yang ringkih untuk pecah.
Sehingga jika Anda ingin mengetahui sebuah kisah keuangan yang sering diangkat menjadi studi kasus di banyak Business School dan tertarik meraih cuan (profit) dari transaksi Short, maka silakan simak analisa seperti apa yang dilakukan hedge fund manager Michael Burry (Christian Bale) hingga bisa memprediksi akan adanya krisis beberapa tahun sebelumnya. Perhatikan juga bagaimana para manager investasi bernama Jared Vennet (Ryan Gosling), Mark Baum (Steve Carrel), dan Ben Rickett (Brad Pitt) memanfaatkan informasi yang mereka peroleh tentang analisa dari Michael Burry dan ikut serta sehingga mereka juga untuk besar via transaksi Short.